Senin, 29 Desember 2014

REBT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, dan direktif dan berjangka waktu singkat untuk menghadapu berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya kecemasan atau depresi. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa afek (keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran, misalnya seorang penderita anxietas karena mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya. Dalam hal seperti ini terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku malasuai dan fungsi kognisi yang terhambat yang mendasari aspek kognitifnya yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan klien agar berpikir lebih realistik dan sesuai sehingga dengan demikian akan menghilangkan atau mengurangi gejala yang berkelainan yang ada. Salah satu terapi kognitif yang berkembang adalah terapi rasional-emotif yang dikembangkan oleh Albert Ellis pada 1955, seorang psikoanalis yang merasa tidak berhasil mencapai hasil yang sangat baik dengan psikoanalisis yang ia dalami. Meskipun, ia mencoba jenis lain dari terapi psikodinamik dia masih tidak berhasil mencapai tingkat keberhasilan yang ia inginkan. Namun, ia mengamati bahwa ketika terapi kognitif mengubah keyakinan mereka tentang diri mereka, masalah mereka dan dunia mereka cenderung untuk diperbaiki lebih cepat daripada menggunakan pendekatan psikodinamik. Akhirnya ia mulai mendalami terapi kognitif dan berhasil mengembangkan terapi rasional-emotif

1.2  Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah REBT?
2.      Apa hakekat manusia REBT?
3.      Bagaimana teori Rational-Emotif dan Teori Kepribadian?
4.      Apakah tujuan Terapeutik?
5.      Bagaimana teori A-B-C tentang Kepribadian?
6.      Apakah Hakekat Konseling?
7.      Bagaimana Hubungan antara Terapis dan Klien?
8.      Apa Tahap dan Teknik REBT?
9.      Apa kelebihan dan kelemahan REBT?
1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuannya sebagai berikut :
1.      Mengetahui sejarah REBT.
2.      Mengetahui Hakekat Manusia.
3.      Mengetahui Teori Rasional Emotif dan Teori Kepribadian.
4.      Mengetahui Tujuan Terapeutik.
5.      Mengetahui Teori A-B-C tentang kepribadian.
6.      Mengetahui Hakekat konseling.
7.      Mengetahui Hubungan antara Terapis dengan klien.
8.      Mengetahui Tahap dan Teknik REBT.
9.      Mengetahui kelebihan dan kelemahan REBT .

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah REBT
            Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebut rational therapy dan rational emotive therapy, merupakan terapi yang komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi yang berfokus pada penyelesaian masalah-masalah gangguan emosional dan perilaku, serta menghantarkan individu untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih bermakna (fulfilling lives). REBT diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), seorang psikoterapis yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi dan modern yang lebih mengarah pada teori belajar kognitif. Asal-usul terapi rasional-emotif dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno yang membedakan tindakan dari interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not disturbed by things, but by the view they take of them). Pada mulanya Ellis menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam proses terapi, namun ia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis tingkah laku klien yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang memotiviasi Ellis mengembangkan pendekatan rational emotive dalam psikoterapi yang ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan efek terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian dimodifikasi menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan untuk memahami kepribadian dan untuk mengubah kepribadian secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti nama pendekatan tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau yang biasa kita singkat menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah satu bagian dari cognitive behavior therapy (CBT).

2.2 Hakikat Manusia
            Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapi (REBT) memandang manusia sebagai individu yang didominasi oleh sistem berfikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu. Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan oleh fikiran, perasaan dan tingkah laku. Tiga aspek ini saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya.
Secara khusus, pendekatan ini berasumsi bahwa individu memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.     Individu memiliki potensi yang unik untuk berfikir rasional dan irrasional.
2.     Pikiran irasional berasal dari proses belajar, yang irasional didapat dari orangtua dan budayanya.
3.     Manusia adalah makhluk verbal dan berfikir melalui simbol dan bahasa. Dengan demikian, gangguan emosional yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan pemikiran irrasional.
4.     Gangguan(self verbalising) yang terus menerus emosional yang disebabkan oleh verbalisasi  dan persepsi serta sikap terhadap kejadian merupakan akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5.     Individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6.     Pikiran dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional.

Secara dialektik, REBT berasumsi bahwa berfikir logis itu tudak mudah, kebanyakan individu cenderung ahli dalam berfikir tidak logis. Contoh berfikir tidak logis biasanya banyak menguasai individu adalah:
         Saya harus sempurna
         Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
         Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak berguna.

Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit yang biasanya dipegang oleh individu namun tidak sering diverbalkan, yaitu (1) nilai untuk bertahan hidup (survival) dan (2) nilai kesenangan (enjoyment). Kedua nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang, menetralisir stress emosional dan tingkah laku yang merusak diri, serta mengaktualisasikan diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh bahagia.
Meskipun teori ini tidak membahas tahap perkembangan individu, pendapat REBT bahwa anak-anak paling gampang terkena pengaruh dari luar dan memiliki cara berfikir yang tidak rasional daripada orang dewasa. Pada dasarnya,manusia itu naif, mudah disugesti, dan mudah terusik. Secara keseluruhan orang mempunyai kemampuan dalam dirinya sendiri untuk mengontrol pikiran, perasaan dan tindakan, tetapi pertama-tama dia harus menyadari apa yang mereka katakan pada diri sendiri (bicara pada diri sendiri) untuk mendapatkan atas kehidupannya.
Ellis mengidentifikasi sebelas keyakinan irrasional individu yang dapat mengakibatkan masalah, yaitu:
1.   Saya yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setiap orang dimana saya menjalin kontak.
2.   Saya yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan mencapai satu tingkat penghargaan yang diakui seutuhnya.
3.   Beberapa orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena itu mereka layak disalahkan dan dihukum.
4.   Menjadi sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi seperti yang tidak pernah saya inginkan.
5.   Ketidakbahagiaan disebabkan oleh situasi tertentu yang berada diluar kemampuan saya mengendalikannya.
6.   Hal-hal yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7.   Lebih mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab tertentu ketimbang menghadapinya.
8.   Saya meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain, dan mestinya memiliki orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk memperhatikan saya.
9.   Pengalaman dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya saat ini; pengaruh masa lalu tidak pernah bisa dihapus.
10. Saya mestinya cukup kesal terhadap problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11. Selalu terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa ditemukan, atau problemnya tidak akan pernah selesai hingga tuntas.
2.3 Teori Rational-Emotif dan Teori Kepribadian
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
            Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah". TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.

2.4 Tujuan Terapeutik
            Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidak bahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
  1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
  2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
  3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.

2.5 Teori A-B-C tentang Kepribadian
·         STRUKTUR KEPRIBADIAN
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Activating event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Activating event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Disputing (D), terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu:
1)  Detecting irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan klien yang irasional dan membantu klien untuk menemukan keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
2)  Discriminating irrational beliefs
Biasanya keyakinan irasional diungkapkan dengan kata-kata: harus, pokoknya atau tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik. Membantu klien untuk mengetahui mana keyakinan yang rasional dan yang tidak rasional.
3) Debating irrational beliefs
Beberapa strategi yang dapat digunakan:
·         The lecture (mini-lecture), memberikan penjelasan.
·         Socratic debate, mengajak klien untuk beradu argumen.
·         Humor, creativity seperti: cerita, metaphors, dll.
·         Self-disclosure: keterbukaan konselor tentang dirinya (kisah konselor, dll)

·         PRIBADI SEHAT DAN BERMASALAH
a.       Pribadi Sehat
Individu yang dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi setiap rangsangan terhadap dirinya.
b.      Pribadi Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Terdapat tujuh faktor yang dapat digunakan untuk mendeteksi pikiran irasional, yaitu:
1.      Lihat pada generalisasi yang berlebihan (overgeneralization)
2.      Lihat pada distorsi (distortion)
3.      Lihat pada hal-hal yang dihapus (deletion)
4.      Lihat pada hal-hal yang dianggap tragedi atau bencana (catastrophising)
5.      Lihat pada penggunaan kata-kata absolut
6.      Lihat pada pernyataan yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap                     sesuatu atau seseorang yang konseli pikir mereka tidak dapat                                          menahannya.
7.      Lihat pada ramalan atau prediksi masa depan
2.6 Hakikat Konseling
            Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1.  Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2.  Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.  Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.  Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
2.7 Hubungan Antara Terapis dengan Klien
      Teapis berfungsi sebagai guu dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.
·         Sikap, peran dan fungsi konselor
Tugas utama konselor dalam hal ini secara pokok ada dua:
Ø  Interpersonal, yaitu membangun hubungan terapeutik, membangun rapport, dan     suasana kolaboratif
Ø   Organisational, yaitu bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi, mengadakan proses assesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan membangun tujuan konseling.
Konselor harus aktif dan langsung. Mereka adalah instruktur yang mengajarkan dan membetulkan kognisi konseli. Melawan keyakinan yang tertanam kuat membutuhkan lebih dari sekedar logika. Dibutuhkan repetisi dan konsistensi. Oleh karena itu, konselor harus menyimak dengan cermat untuk menemukan pernyataan tidak logisatau salah dari kliennya dan keyakionan yang bertentangan. Konselor harus cerdas, berwawasan, empatik, respek, tulus, konkret, bertekad kuat, ilmiah, berminat membantu orang lain, dan pengguna REBT.
Terapis REBT menganggap bahwa kondisi fasilitatif inti dari empati, penerimaan tanpa syarat dan keaslian sering diinginkan, namun itu tidak cukup untuk merubah dalam terapi konstruktif. Untuk membatu perubahan tersebut terjadi, teripis REBT perlu membantu klien mereka untuk melakukan hal berikut:
ü  Sadarilah bahwa sebagian besar maslah psikologis ditimbulkan oleh mereka sendiri.
ü  Mengakui sepenuhnya bahwa mereka mampu mengatasi masalahnya.
ü  Memahami bahwa maslah mereka berasal dari sebagian besar keyakinan mereka yang irrasional.
ü  Mendeteksi keyakinan irrasional dan membedakannya dengan  keyakinan rasional mereka.
Periksa keyakinan irasional mereka dan keyakinan rasional mereka sampai mereka melihat dengan jelas bahwa keyakinan irasional mereka adalah palsu, tidak logis dan tidak konstruktif, sementara keyakinan rasional mereka benar, masuk akal dan konstruktif.
Berusaha menuju internalisasi keyakinanbaru mereka yang irrasional dengan menggunakan berbagai metode kognitif (termasuk imaginal), emosi dan metode perubahan perilaku. Dalam tindakan tertentu dengan cara-cara yang konsisten dengan keyakinan rasional mereka ingin mengembangkan dan menahan diri dari bertindak dengan konsisten menggunakan keyakinan lema mereka yang irasional.
Perluas proses pemeriksaan keyakinan dan menggunakan metode perubahan multimodal ke daerah kehidupan mereka yang lain dan berkomitmen untuk melakukannya selama diperlukan.

·         Sikap, peran dan fungsi konseli
Umumnya, peran klien dalam REBT mirip seorang siswa atau pelajar. Proses konseling dipandang sebagai suatu proses reedukatif di mana klien belajar cara menerapkan pikiran logis pada pemecahan masalah.
Pengamalam utama klien adalah mencapai pemahaman emosional atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya. Pada taraf pertama, klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan timbulnya irrasional belief. Taraf kedua, klien mengakui dirinyalah yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang irrasional. Tahap ketiga, klien berusaha untuk menghadapi secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapus irrational belief dan mengggantinya dengan rational belief.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
§  minat kepada diri sendiri,
§  minat sosial,
§  pengarahan diri,
§  toleransi terhadap pihak lain,
§  fleksibel,
§  menerima ketidakpastian,
§  komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
§  penerimaan diri,
§  berani mengambil risiko, dan
§  menerima kenyataan.
·         SITUASI HUBUNGAN
Kerena REBT pada dasarnya adalah proses perilaku kognitif dan direktif, sebuah hubungan intens antara terapis dan klien tidak diperlukan. Seperti halnya terapi person centered Rogers, praktisi REBT menerima tanpa syarat semua klien den juga mengajarkan mereja untukm menerima oranglain tanpa syarat dan diri mereka sendiri.
Namun, Ellis yakin bahwa terlalu banyak kehangatan dan pemahaman dapat menjadi kontraproduktif dengan menumpuk rasa ketergantungan persetujuan dari terapis. Praktisi REBT menerima klien mereka sebagai makhluk tidak sempurna yang dapat dibantu melalui berbagai teknik mengajar, biblioterapi dan modifikasi perilaku,. Ellis membangun hubungan dengan kliennya dengan menunjukkan kepada mereka bahwa ia memiliki iman yang besar dalam kemampuan mereka untuk merubah diri mereka sendiri dan bahwa ia memiliki alat untuk membantu mereka melakukan hal ini.
Terapis REBT sering terbuka dan langsung dalam pengungkapan keyakinan diri dan nilai-nilai. Mereka bersedia untuk berbagi ketidaksempurnaan diri mereka sebagai cara untuk memperjuangkan gagasan realistis klien. Itu adalah penting untuk membangun sebanyak mungkin hubungan egaliter, sebagai lawan untuk menghadirkan diri sebagai sebuah otoritas.



2.8 Tahap dan Teknik
·         Langkah-langkah konseling
Dryden & Neenan (2005) mengemukakan bahwa langkah-langkah terapi dapat dikelompokkan lagi berdasarkan tahapannya, yaitu awal, tengah, dan akhir.
Ø  Tahap awal (beginning stage)
Pada tahap pertama terapi diarahkan untuk membangun keakraban dan kesepahaman yang menjadi landasan kegiatan terapi berikutnya. Terdapat tiga langkah dalam tahap ini, langkah pertama adalah memapankan kesepakatan dalam terapi. Kesepakatan yang dimaksud meliputi kesepakatan berkaitan dengan keterikatan antara terapis dan klien (bond), penetapan tujuan(goals), dan tugas yang harus dilakukan terapis dan klien. Langkah kedua adalah terapis mengajarkan klien mengenai teori ABC. Cara yang baik dalam mengajarkan teori ABC adalah dengan metode didaktik dibandingkan dengan metode Socrates. Pada langkah kedua ini, terapis harus dapat membawa klien pada tiga insight utama (three main insight), meliputi; bahwa gangguan pada individu bukan disebabkan oleh peristiwa tetapi pikiran tentang peristiwa tersebut, individu terus bermasalah karena terus memelihara pikiran irrasional tersebut, cara mengatasinya adalah keluar dari pikiran irrasional tersebut dan menggantikannya dengan pikiran rasional.langkah yang ketiga adalah mendiskusikan keraguan klien berkenaan dengan pendekatan REBT. Klien yang ragu akan pendekatan REBT tentunya perlu terlebih dahulu diyakinkan dengan membenarkan salah konsep (miskonsepsi) mengenai REBT) apabila klien masih ragu, maka dorong klien untuk melakukannya dalam beberapa sesi, apabila masih ragu juga maka lakukanlah referral. Penting untuk dicatat bahwa bisa jadi klien tidak ragu dengan pendekatan REBT akan tetapi ragu dengan teknik yang digunakan terapis. Jika begitu, maka terapis perlu mencari teknik yang lebih tepat untuk kliennya.


Ø  Tahap tengah (middle stage)
Tahap kedua merupakan tahap yang banyak menyita waktu dan tenaga. Pada tahap ini terapis dan klien bekerja keras mengidentifikasi masalah, dan berupaya mengatasinya. Terdapat 10 langkah dalam tahap tengah ini. Langkah pertama adalah berdamai dengan banyaknya masalah yang dialami klien. Idealnya memang konselor focus membahas dan menuntaskan 1 masalah baru kemudian pindah pada masalah yang lain. Akan tetapi pada beberapa kondisi bisa tidak seperti itu. Untuk itu, maka konselor perlu mendiskusikannya dengan klien apakah perlu untuk menyelesaikan masalah tersebut dahulu atau melanjutkannya. Perlu diingat bahwa apabila memang perlu dibahas, maka terapis jangan memaksakan kembali ada masalah yang pertama. Langkah yang kedua adalah mengidentifikasi inti keyakinan irrasional. Pada langkah ini terapis melakukan eksplorasi. Langkah yang ketiga adalah membantu klien memahami mengapa ia memelihara keyakinannya yang irrasional. Terdapat 3 alasan, pertama mungkin karena ia senang dengan situasi dan kondisi dimana ia terus memelihara keyakinan irasional. Kedua, mungkin ia menghindari keyakinan irrasionalnya sehingga melakukan perbuatan yang berlawanan. Ketiga, bisa jadi pikiran irrasional tersebut tampak pada perbuatan yang merupakan kompensasi. Langkah keempat adalah mendorong klien terlibat dalam mengerjakan tugas di rumah. Tugas yang diberikan tentunya harus menantang tetapi tidak berlebihan, sesuaikan dnegan kemampuan klien. Tugas yang telah dikerjakan klien tentunya perlu untuk direview dalam sesi konseling. Langkah yang kelima adalah berdamai dengan hambatan dalam perubahan. Mungkin saja klien tidak mengerjakan tugas rumahnya sehingga perubahan tidak optimal. Untuk itu, maka terapis perlu berdamai dengan hambatan-hambatan yang ada dan mencari jalan keluar dari hambatan tersebut. Langkah yang keenam adalah mendorong klien untuk menjaga dan meningkatkan capaian terapetiknya. Langkah yang ketujuh adalah membuat generalisasi perubahan-perubahan psikoterapetik. Setelah klien mampu membuat generalisasi maka langkah yang kedelapan adalah menjadikan klien sehat secara psikologi. Artinya klien didorong untuk menggunakan capaian-capaian dalam terapi pada keadaan/situasi lain dalam hidup klien. Langkah kesembilan adalah menjadikan klien lebih dapat mengaktualisasikan diri. Dan langkah yang kesepuluh (terakhir pada tahap tengah) adalah mendorong klien untuk menjadi konselor untuk dirinya sendiri.
Ø  Tahap Akhir
Tahap akhir dalam proses terapi adalah tahap dimana konselor akan mengakhiri sesi konseling. Tahap ini memiliki dua langkah. Pertama adalah memberikan gambaran kepada klien mengenai bagaimana mencegah agar klien tidak mengulangi
kesalahannya. Dan kedua mengakhiri sesi konseling. Terdapat 5 keadaan prasyarat dimana konselor dapat mengakhiri sesi terapi, meliputi; 1. Sudah menginternalisasikan teknik REBT dan tampak adanya perubahan, 2. Kesuksesan pengentasan masalah dengan REBT berdampak pada area lain dalam hidup klien, 3. Klien berhasil mengidentifikasi, menantang, dan mengubah keyakinannya yang irrasional, 4. Membangun kompetesi dan kepercayaan diri menjadi seorang terapis bagi dirinya sendiri, dan 5. Setuju untuk mengakhiri sesi terapi.
·         Teknik
o   TEKNIK KOGNITIF
Ø  Dispute Kognitif (cognitif diputation)
Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical persuation, didactic presentation, socratic dialogue, vicarious expenriences, dan berbagai ekspersi verbal lainya. Eknik untuk menggunakan cognitive disputation adalah dengan bertanya (questioning).
·         Pertanyaan-pertanyaan untuk melakukan dispute logis:
Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak? Mmengapa harus begitu? Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu? Mengapa itu perkataan yang tidak  benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kkenapa... mengapa harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Apakah kamu bisa melihat ketidak konsistenan keyakinan kamu? Mengapa kamu harus begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak melakukan itu?
·         Pertanyaan untuk reality testing:
Apa buktinya, apa yang terjaddi kalau... mari kita bicara tekkenyataanya. Aapa yang dapat diartikan dari cerita kamu tadi? Bagaimana kejadian itu bisa menjadi sangat menakutkan/menyakitkan.
·         Pertanyaan untuk pragmatic disputation
Selama kamu meyakini hal tersebut, akan bagaimana perasaan  kamu? Apakah ini berharga untuk dipertahankan? Apa yang akan terjadi bila kamu berpikir demikian? (Walen et. al., 1992, pp. 156-164).
Ø  Analisis Rasional (ratinal analysis)
Teknik untuk mengajarkan kkonseli bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional (Froggatt, 2005, p. 6).

Ø  Dispute standar ganda (double-standart dispute)
Mengajarkan konseli melihat dirinya memeiliki standar ganda tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar (Froggatt, 2005, p. 6).
Ø  Skala katastropi (catastrophe scale)
Membuat proporsi tentang peristiwa-peristiwa yang menyakitinya. Misalnya: dari 100% buatlah prosentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi prosentasenya sampai yang paling rendah (Froggatt, 2005, p. 6).
Ø  Devil’s advocate atau rational role reversal
Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran menjadi  konseli yang rasional, konseli melawan keyakinan rasional yang diverbalisasikan (Froggatt, 2005, p. 7; Walen et. al., 1992, p. 170).


Ø  Membuat frame ulang (refeaming)
Mengavaluasi kembali hal-hal yang mengcewakan dan tidak menyenangkan dengan mengubah Frame berpikir konseli (Froggatt, 2005, p. 7).

o   TEKNIK IMAGERI
Ø  Dispute imajinasi ( imaginal disputation)
Strategi imaginal disputation meliibatkan penggunaan imageri. Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakan emosinya telah berubah. Bila ya, maka konselor meminta konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individu yang berpikir lebih rasional dan mengulang kembali proses  di atas. Bila belum maka keyakinan irasionalnya masih ada (Walen et. al., 1992, P. 165).
Ø  Kartu kontrol emosional ( the emotional control card – ECC)
Adalah alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas parakti Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT). ECC biasa digunakan untuk memperkuat proses belajar, secara lebih khusus perasaan marah (anger) kritik diri (self-criticism), kecemasan(anxiety), dan depresi (depression). ECC berisi dua katagori perasaan paralel, yaitu (1) perasaan yang tidak seharusnya atau yang merusak diri sendiri dan (2) perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri (Gladding, 1992, p. 120).
Ø  Proyeksi Waktu (time projection)
Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian, sebulan kemudian, ennam bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya. Bagaimana konseli merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Konsli dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian (Froggatt, 2005, p).
Ø  Teknik melebih-lebihkan (the blow-up technique)
                                                          
Adalah variasi dari teknik “worst case imagery”. Meminta konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian berlebih-lebihannyasampai pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya (Froggatt, 2005, p. 7).
o   TEKNIK BEHAVIORAL
Ø  Dispute tingkah laku (behavioral disputation)
Behavior dispute atau risk taking,  yaitu memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengalami kejadian yang mengalami kejadian yang menyebabkan berpikir irasional dan melawan keyakinan tersebut. Contoh, bila konseli memiliki keyakinan bahwa ia harus sesempurna mengerjakan tugas, maka konseli diminta untuk mengerjakan tugas seadanya (Walen et. al., 1992, p. 169).
Ø  Bermain peran (role playing)
Dengan bantuan konselor konseli melakukan role player tngkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.
Ø  Peran rasional tebalik (rational role reversal)
Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan irasional yang diverbalisasikan. (Walen et. al., 1992, pp. 169-170).
Ø  Pengalaman langsung (exposure)
Konseli secara sengaja memasuki situasi yang menakutkan. Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan keterampilan mmengatassi masalah (coping skill) yang telah dipelajari sebelumnya (Froggatt, 2005, p. 7).
Ø  Menyerang rasa malu (shame attacking)
Melakukan konfrontasi terrhadap ketakutan untuk malu dengan secara sengaja bertingkah laku yang memalukan dan menguundang ketidaksetujuanlingkungan sekitar. Dalam hal ini konseli diajarkan menggelola dan mengantisipasi perasaaan malunya (Froggatt, 2005, p. 7).
Ø  Pekerjaan rumah (homework assignment)
Selain melakukan disputation  secara verbal, Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) juga mengunakan homework assignments (pekerjaan rumah) yang dapat digunakan sebagai self-help work. Terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakaukan dalam homework assignments yaitu: membaca, mendegarkan, menulis, mengimajinasikan, berpikir, relaksasi dan distraction, serta aktivitas (Walen et, al., 1992, p. 255).

2.9 Kelebihan dan Kelemahan
      HASIL PENELITIAN
1.         Aaron Beck – Cognitive Therapy
Cognitive Therapy, didasarkan pada alasan teoritis bahwa cara orang merasakan dan berperilaku ditentukan oleh bagaimana mereka memahami dan struktur pengalaman mereka
2.         Donald Maichenbaum – Cognitive Behavior Modification
Cognitive Behavior Modification, pernyataan terhadap diri dalam banyak hal juga mempengaruhi diri seperti halnya pernyataan dari orang lain. Merubah pola sifat  untuk mengevaluasi perilaku
KELEBIHAN
·     Pendekatan ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klian hanya    mengalamisedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi REBT.
·      Pendekatan ini ddapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
·     Pendekatan ini relatif singkat dan klian dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.
·     Pendekatan ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk klian dan konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
·      Pendekatan ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
·      Pendekatan ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan anseitas
KELEMAHAN
·      Pendekatan ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.
·     Pendekatan ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari ke-eksentrikan Ellis.
·     Pendekatan ini langsung dan berpotensi membuatkonselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat klien seideal yang semestinya.
·     Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu klien mengubah emosinya.

















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            TRE adalah suatu bentuk terapi behavioral yang berorientasi pada kognitif. TRE telah berkembang menjadi pendekatan yang komprehensif dan elektik yang memberi tekanan pada berpikir, memberi penilaian, memutuskan, dan berbuat. Pendekatan ini tetap mempertahankan kualitas yang sangat dedaktif dari Ellis, dan pada dimensi kognitif serta perasaan TRE menaruh tingkat kepedualian yang sama. Dimulai dari tingkat emosi dan perilaku klien yang terganggu dengan pendekatan ini mengungkapkan dan mempertanyakan pikiran yang menciptakan semuanya itu secara langsung.
Meskipun TRE berasumsi bahwa kita ada behavioral yang berorientasi untuk berpikir lurus, kecenderungan untuk berpikir tidak lurus, dan faktor lingkungan membuat sulit mereka untuk menghindar dari kepercayaan ketrhadap keyakinan irasional yang menjadi akar dari masalh dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku. Agar dapat memblokir pikiran yang sifatnya mengalahkan diri sendiri, tereapi.
 TRE menggunakan teknik aktif dan direktif seperti mengajar, menyarankan, menghimbau, dan memberi pekerjaan rumah, dan klien ditantang untuk menggantikan sistem keyakinan yang irasional dengan yang rasional. Mereka kerjakan ini semua dengan jalanterus menerus, mendorong klien untuk menjadikan ide dan pengamatan mereka sahih dan dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana cara melakukan tipe keyakinan irasional itu akan menimbulkan akibat terjadinya perilaku serta emosi yang negatif. Kepada klien diajarkan cara untuk berfikir secara ilmiah dan cara menghapuskan ide serta perilaku mengalahkan diri-sendiri yang mungkin akan terjadi dimasa datang. merupakan hal yang krusial bagi terapis untuk mendemonstrasikan penerimaan sepenuhnya serta toleransinya. Mereka lakukan semua itu dengan jalan menolak untuk menilai sesorang dan dalam waktu yang bersamaan berkonfrontasi dengan perilakunya yang merusak dirinya sendiri. Yang juga amat penting adalah terapis harus memiliki keterampilan dan kemauan unutk menantang, berkonfrontasi, meneliti secara cermat, dan meyakinkan klien untuk mau melakukan aktifitas (baik pada saat maupun setelah terapis) yang akan membawa pada perubahan yang konstruktif dalam pemikiran serta perilaku. TRE memberikan tekanan pada perbuatan melakukan sesuatu tentang pemahaman yang diperoleh pada saat terapi. Perubahan bisa terjadi terutama dari komitmen dalam mempraktekkan secara konsisten perilaku baru dan menggantikan perilaku yang lama yang tidak efektif.
Terapis rasional emotif biasanya elektik dalam penyaringan setrategi terapeutiknya. Yang digaris bawahi adalah teknik kognitif dan behavioral yang digerakkan untuk mencabut sampai keakar-akarnya kenyakinan irasional yang membawa keperasaan serta perilaku yang mengalahkan diri sendiri dan untuk mengajarkan klien cara menggantikan proses negatif ini dengan sarana falsafah hidup yang rasional. Terapis memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan gaya pribadinya sendiri dan melakukan kreativitas mereka tiadak terbelengggu dengan teknik yang sudah di tetapkan sebelumnya untuk membawa dirinya kekerja terapiotik melalui cara yang inventif.
3.2 Saran
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana  berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Penulis memberi saran agar proses dalam pendekatan Terapi Rasional Emotif Behavior perlu ditingkatkan terutama dalam menerapkan metode dan teknik-teknik dalam terapi agar dapat memperoleh hasil yang lebih baik dan sempurna.








DAFTAR  PUSTAKA
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 9th. Belmont,     California : Brooks/Cole.
Gladding, Samuel T. 2009. Konseling: Profesi yang Menyeluruh (edisi enam). Terjemahan          P.M. Winarno & Lilian Yuwono. 2012. Jakarta: PT. Indeks.
Komalasari, Gantina.dkk. Teori dan Teknik Konseling. 2011. Jakarta : Indeks



Tidak ada komentar:

Posting Komentar