BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Terapi
kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, dan
direktif dan berjangka waktu singkat untuk menghadapu berbagai hambatan dalam
kepribadian, misalnya kecemasan atau depresi. Terapi ini didasarkan pada teori
bahwa afek (keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang sebagian besar
ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Gejala
perilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran,
misalnya seorang penderita anxietas karena mengantisipasi akan mengalami
hal-hal yang tidak enak pada dirinya. Dalam hal seperti ini terapi kognitif
dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku malasuai dan
fungsi kognisi yang terhambat yang mendasari aspek kognitifnya yang ada.
Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan klien agar berpikir lebih
realistik dan sesuai sehingga dengan demikian akan menghilangkan atau
mengurangi gejala yang berkelainan yang ada. Salah satu terapi kognitif yang
berkembang adalah terapi rasional-emotif yang dikembangkan oleh Albert Ellis
pada 1955, seorang psikoanalis yang merasa tidak berhasil mencapai hasil yang
sangat baik dengan psikoanalisis yang ia dalami. Meskipun, ia mencoba jenis
lain dari terapi psikodinamik dia masih tidak berhasil mencapai tingkat
keberhasilan yang ia inginkan. Namun, ia mengamati bahwa ketika terapi kognitif
mengubah keyakinan mereka tentang diri mereka, masalah mereka dan dunia mereka
cenderung untuk diperbaiki lebih cepat daripada menggunakan pendekatan
psikodinamik. Akhirnya ia mulai mendalami terapi kognitif dan berhasil
mengembangkan terapi rasional-emotif
1.2 Rumusan
Masalah
Dari Latar Belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
sejarah REBT?
2.
Apa
hakekat manusia REBT?
3.
Bagaimana
teori Rational-Emotif dan Teori Kepribadian?
4.
Apakah
tujuan Terapeutik?
5.
Bagaimana
teori A-B-C tentang Kepribadian?
6.
Apakah
Hakekat Konseling?
7.
Bagaimana
Hubungan antara Terapis dan Klien?
8.
Apa
Tahap dan Teknik REBT?
9.
Apa
kelebihan dan kelemahan REBT?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuannya
sebagai berikut :
1.
Mengetahui
sejarah REBT.
2.
Mengetahui
Hakekat Manusia.
3.
Mengetahui
Teori Rasional Emotif dan Teori Kepribadian.
4.
Mengetahui
Tujuan Terapeutik.
5.
Mengetahui
Teori A-B-C tentang kepribadian.
6.
Mengetahui
Hakekat konseling.
7.
Mengetahui
Hubungan antara Terapis dengan klien.
8.
Mengetahui
Tahap dan Teknik REBT.
9.
Mengetahui
kelebihan dan kelemahan REBT .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah REBT
Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebut rational
therapy dan rational emotive therapy, merupakan terapi yang
komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi
yang berfokus pada penyelesaian masalah-masalah gangguan emosional dan
perilaku, serta menghantarkan individu untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih
bermakna (fulfilling lives). REBT diciptakan dan dikembangkan oleh
Albert Ellis (1950an), seorang psikoterapis yang terinspirasi oleh
ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi dan modern yang lebih mengarah pada
teori belajar kognitif. Asal-usul terapi rasional-emotif dapat ditelusuri
dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno yang membedakan tindakan dari
interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The
Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi oleh
apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia
memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not
disturbed by things, but by the view they take of them). Pada mulanya Ellis
menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam proses
terapi, namun ia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis tingkah
laku klien yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang
memotiviasi Ellis mengembangkan pendekatan rational emotive dalam
psikoterapi yang ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan
efek terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian dimodifikasi
menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan untuk memahami kepribadian dan
untuk mengubah kepribadian secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti
nama pendekatan tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau
yang biasa kita singkat menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah
satu bagian dari cognitive behavior therapy (CBT).
2.2
Hakikat Manusia
Pendekatan Rational Emotive Behavior
Therapi (REBT) memandang manusia sebagai individu yang didominasi oleh sistem
berfikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu.
Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan oleh fikiran, perasaan dan
tingkah laku. Tiga aspek ini saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi
aspek lainnya.
Secara
khusus, pendekatan ini berasumsi bahwa individu memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Individu
memiliki potensi yang unik untuk berfikir rasional dan irrasional.
2. Pikiran
irasional berasal dari proses belajar, yang irasional didapat dari orangtua dan
budayanya.
3. Manusia
adalah makhluk verbal dan berfikir melalui simbol dan bahasa. Dengan demikian,
gangguan emosional yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan
pemikiran irrasional.
4. Gangguan(self
verbalising) yang terus menerus emosional yang disebabkan oleh verbalisasi dan persepsi serta sikap terhadap kejadian
merupakan akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5. Individu
memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6. Pikiran
dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan
mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan
rasional.
Secara dialektik, REBT berasumsi
bahwa berfikir logis itu tudak mudah, kebanyakan individu cenderung ahli dalam
berfikir tidak logis. Contoh berfikir tidak logis biasanya banyak menguasai
individu adalah:
Saya harus sempurna
Saya baru saja melakukan kesalahan,
bodoh sekali!
Ini adalah bukti bahwa saya tidak
sempurna, maka saya tidak berguna.
Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit yang
biasanya dipegang oleh individu namun tidak sering diverbalkan, yaitu (1) nilai
untuk bertahan hidup (survival) dan (2) nilai kesenangan (enjoyment). Kedua
nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang,
menetralisir stress emosional dan tingkah laku yang merusak diri, serta
mengaktualisasikan diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh bahagia.
Meskipun teori ini tidak membahas tahap perkembangan
individu, pendapat REBT bahwa anak-anak paling gampang terkena pengaruh dari
luar dan memiliki cara berfikir yang tidak rasional daripada orang dewasa. Pada
dasarnya,manusia itu naif, mudah disugesti, dan mudah terusik. Secara
keseluruhan orang mempunyai kemampuan dalam dirinya sendiri untuk mengontrol
pikiran, perasaan dan tindakan, tetapi pertama-tama dia harus menyadari apa
yang mereka katakan pada diri sendiri (bicara pada diri sendiri) untuk
mendapatkan atas kehidupannya.
Ellis
mengidentifikasi sebelas keyakinan irrasional individu yang dapat mengakibatkan
masalah, yaitu:
1. Saya
yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setiap orang dimana saya
menjalin kontak.
2. Saya
yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan mencapai satu tingkat
penghargaan yang diakui seutuhnya.
3. Beberapa
orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena itu mereka layak disalahkan dan
dihukum.
4. Menjadi
sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi seperti yang tidak pernah saya
inginkan.
5.
Ketidakbahagiaan disebabkan oleh situasi tertentu yang berada diluar kemampuan
saya mengendalikannya.
6. Hal-hal
yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya
harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7. Lebih
mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab tertentu ketimbang menghadapinya.
8. Saya
meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain, dan mestinya memiliki
orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk memperhatikan saya.
9. Pengalaman
dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya saat ini; pengaruh masa lalu
tidak pernah bisa dihapus.
10. Saya
mestinya cukup kesal terhadap problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11. Selalu
terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa
ditemukan, atau problemnya tidak akan pernah selesai hingga tuntas.
2.3
Teori Rational-Emotif dan Teori Kepribadian
Neurosis adalah pemikiran dan
tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa
kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan
adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang
untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan
pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah". TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah". TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
2.4
Tujuan Terapeutik
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan
yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : "
meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien
untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis
yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi
diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan
emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidak bahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidak bahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
- Memperbaiki
dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi
rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
- Menghilangkan
gangguan emosional yang merusak
- Untuk
membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of
Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan
Self Acceptance Klien.
2.5
Teori A-B-C tentang Kepribadian
·
STRUKTUR
KEPRIBADIAN
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Activating event (A), Belief (B), dan Emotional
consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep
atau teori ABC.
Activating event (A) yaitu
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu
yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief
(B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai,
atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang
ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB)
dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan
yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk
akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak
rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak
masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional
consequence (C)
merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan
emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Disputing (D), terdapat
tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu:
1) Detecting irrational beliefs
Konselor
menemukan keyakinan klien yang irasional dan membantu klien untuk menemukan
keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
2) Discriminating irrational beliefs
Biasanya
keyakinan irasional diungkapkan dengan kata-kata: harus, pokoknya atau
tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik. Membantu klien untuk mengetahui
mana keyakinan yang rasional dan yang tidak rasional.
3) Debating irrational beliefs
Beberapa
strategi yang dapat digunakan:
·
The
lecture (mini-lecture), memberikan
penjelasan.
·
Socratic
debate, mengajak
klien untuk beradu argumen.
·
Humor,
creativity seperti:
cerita, metaphors, dll.
·
Self-disclosure: keterbukaan konselor tentang
dirinya (kisah konselor, dll)
·
PRIBADI
SEHAT DAN BERMASALAH
a.
Pribadi Sehat
Individu yang dapat berpikir secara rasional dalam
menanggapi setiap rangsangan terhadap dirinya.
b.
Pribadi Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif
tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara
berpikir yang irrasional. Terdapat tujuh faktor yang dapat digunakan untuk
mendeteksi pikiran irasional, yaitu:
1. Lihat
pada generalisasi yang berlebihan (overgeneralization)
2.
Lihat pada distorsi (distortion)
3.
Lihat pada hal-hal yang dihapus (deletion)
4.
Lihat pada hal-hal yang dianggap tragedi atau bencana (catastrophising)
5.
Lihat pada penggunaan kata-kata absolut
6. Lihat pada pernyataan yang
menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau seseorang yang konseli pikir
mereka tidak dapat menahannya.
7.
Lihat pada ramalan atau prediksi masa depan
2.6
Hakikat Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan
dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus
dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun
secara bersama-sama oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling
Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial,
artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien
dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek
emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4. Behavioristik,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
2.7
Hubungan Antara Terapis dengan Klien
Teapis berfungsi sebagai guu dan klien sebagai murid.
Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh
pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan
pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.
·
Sikap, peran dan fungsi konselor
Tugas utama konselor dalam hal ini
secara pokok ada dua:
Ø Interpersonal, yaitu membangun
hubungan terapeutik, membangun rapport, dan
suasana kolaboratif
Ø Organisational, yaitu bersosialisasi dengan
konseli untuk memulai terapi, mengadakan proses assesmen awal, menyetujui
wilayah masalah dan membangun tujuan konseling.
Konselor harus aktif dan langsung.
Mereka adalah instruktur yang mengajarkan dan membetulkan kognisi konseli.
Melawan keyakinan yang tertanam kuat membutuhkan lebih dari sekedar logika.
Dibutuhkan repetisi dan konsistensi. Oleh karena itu, konselor harus menyimak
dengan cermat untuk menemukan pernyataan tidak logisatau salah dari kliennya dan
keyakionan yang bertentangan. Konselor harus cerdas, berwawasan, empatik,
respek, tulus, konkret, bertekad kuat, ilmiah, berminat membantu orang lain,
dan pengguna REBT.
Terapis REBT menganggap bahwa
kondisi fasilitatif inti dari empati, penerimaan tanpa syarat dan keaslian
sering diinginkan, namun itu tidak cukup untuk merubah dalam terapi
konstruktif. Untuk membatu perubahan tersebut terjadi, teripis REBT perlu
membantu klien mereka untuk melakukan hal berikut:
ü Sadarilah bahwa sebagian besar
maslah psikologis ditimbulkan oleh mereka sendiri.
ü Mengakui sepenuhnya bahwa mereka
mampu mengatasi masalahnya.
ü Memahami bahwa maslah mereka berasal
dari sebagian besar keyakinan mereka yang irrasional.
ü Mendeteksi keyakinan irrasional dan
membedakannya dengan keyakinan rasional
mereka.
Periksa keyakinan irasional mereka
dan keyakinan rasional mereka sampai mereka melihat dengan jelas bahwa
keyakinan irasional mereka adalah palsu, tidak logis dan tidak konstruktif,
sementara keyakinan rasional mereka benar, masuk akal dan konstruktif.
Berusaha menuju internalisasi
keyakinanbaru mereka yang irrasional dengan menggunakan berbagai metode
kognitif (termasuk imaginal), emosi dan metode perubahan perilaku. Dalam
tindakan tertentu dengan cara-cara yang konsisten dengan keyakinan rasional
mereka ingin mengembangkan dan menahan diri dari bertindak dengan konsisten
menggunakan keyakinan lema mereka yang irasional.
Perluas proses pemeriksaan keyakinan
dan menggunakan metode perubahan multimodal ke daerah kehidupan mereka yang
lain dan berkomitmen untuk melakukannya selama diperlukan.
·
Sikap, peran dan fungsi konseli
Umumnya, peran klien dalam REBT
mirip seorang siswa atau pelajar. Proses konseling dipandang sebagai suatu
proses reedukatif di mana klien belajar cara menerapkan pikiran logis pada
pemecahan masalah.
Pengamalam utama klien adalah
mencapai pemahaman emosional atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya. Pada
taraf pertama, klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang
menyebabkan timbulnya irrasional belief. Taraf kedua, klien mengakui dirinyalah
yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang
irrasional. Tahap ketiga, klien berusaha untuk menghadapi secara
rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapus irrational belief dan
mengggantinya dengan rational belief.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi
peningkatan dalam hal :
§ minat kepada diri sendiri,
§ minat sosial,
§ pengarahan diri,
§ toleransi terhadap pihak lain,
§ fleksibel,
§ menerima ketidakpastian,
§ komitmen terhadap sesuatu di luar
dirinya,
§ penerimaan diri,
§ berani mengambil risiko, dan
§ menerima kenyataan.
·
SITUASI
HUBUNGAN
Kerena
REBT pada dasarnya adalah proses perilaku kognitif dan direktif, sebuah
hubungan intens antara terapis dan klien tidak diperlukan. Seperti halnya
terapi person centered Rogers, praktisi REBT menerima tanpa syarat semua klien
den juga mengajarkan mereja untukm menerima oranglain tanpa syarat dan diri
mereka sendiri.
Namun,
Ellis yakin bahwa terlalu banyak kehangatan dan pemahaman dapat menjadi
kontraproduktif dengan menumpuk rasa ketergantungan persetujuan dari terapis.
Praktisi REBT menerima klien mereka sebagai makhluk tidak sempurna yang dapat
dibantu melalui berbagai teknik mengajar, biblioterapi dan modifikasi perilaku,.
Ellis membangun hubungan dengan kliennya dengan menunjukkan kepada mereka bahwa
ia memiliki iman yang besar dalam kemampuan mereka untuk merubah diri mereka
sendiri dan bahwa ia memiliki alat untuk membantu mereka melakukan hal ini.
Terapis
REBT sering terbuka dan langsung dalam pengungkapan keyakinan diri dan
nilai-nilai. Mereka bersedia untuk berbagi ketidaksempurnaan diri mereka
sebagai cara untuk memperjuangkan gagasan realistis klien. Itu adalah penting
untuk membangun sebanyak mungkin hubungan egaliter, sebagai lawan untuk
menghadirkan diri sebagai sebuah otoritas.
2.8
Tahap dan Teknik
·
Langkah-langkah konseling
Dryden & Neenan (2005) mengemukakan bahwa langkah-langkah terapi
dapat dikelompokkan lagi berdasarkan tahapannya, yaitu awal, tengah, dan akhir.
Ø Tahap
awal (beginning stage)
Pada tahap pertama terapi diarahkan untuk membangun keakraban dan
kesepahaman yang menjadi landasan kegiatan terapi berikutnya. Terdapat tiga
langkah dalam tahap ini, langkah pertama adalah memapankan kesepakatan dalam terapi.
Kesepakatan yang dimaksud meliputi kesepakatan berkaitan dengan keterikatan
antara terapis dan klien (bond), penetapan tujuan(goals), dan tugas yang harus
dilakukan terapis dan klien. Langkah kedua adalah terapis mengajarkan klien
mengenai teori ABC. Cara yang baik dalam mengajarkan teori ABC adalah dengan
metode didaktik dibandingkan dengan metode Socrates. Pada langkah kedua ini,
terapis harus dapat membawa klien pada tiga insight utama (three main insight),
meliputi; bahwa gangguan pada individu bukan disebabkan oleh peristiwa tetapi
pikiran tentang peristiwa tersebut, individu terus bermasalah karena terus
memelihara pikiran irrasional tersebut, cara mengatasinya adalah keluar dari
pikiran irrasional tersebut dan menggantikannya dengan pikiran rasional.langkah
yang ketiga adalah mendiskusikan keraguan klien berkenaan dengan pendekatan
REBT. Klien yang ragu akan pendekatan REBT tentunya perlu terlebih dahulu
diyakinkan dengan membenarkan salah konsep (miskonsepsi) mengenai REBT) apabila
klien masih ragu, maka dorong klien untuk melakukannya dalam beberapa sesi,
apabila masih ragu juga maka lakukanlah referral. Penting untuk dicatat bahwa
bisa jadi klien tidak ragu dengan pendekatan REBT akan tetapi ragu dengan
teknik yang digunakan terapis. Jika begitu, maka terapis perlu mencari teknik
yang lebih tepat untuk kliennya.
Ø Tahap
tengah (middle stage)
Tahap kedua merupakan tahap yang banyak menyita waktu dan tenaga. Pada
tahap ini terapis dan klien bekerja keras mengidentifikasi masalah, dan
berupaya mengatasinya. Terdapat 10 langkah dalam tahap tengah ini. Langkah
pertama adalah berdamai dengan banyaknya masalah yang dialami klien. Idealnya
memang konselor focus membahas dan menuntaskan 1 masalah baru kemudian pindah
pada masalah yang lain. Akan tetapi pada beberapa kondisi bisa tidak seperti
itu. Untuk itu, maka konselor perlu mendiskusikannya dengan klien apakah perlu
untuk menyelesaikan masalah tersebut dahulu atau melanjutkannya. Perlu diingat
bahwa apabila memang perlu dibahas, maka terapis jangan memaksakan kembali ada
masalah yang pertama. Langkah yang kedua adalah mengidentifikasi inti keyakinan
irrasional. Pada langkah ini terapis melakukan eksplorasi. Langkah yang ketiga
adalah membantu klien memahami mengapa ia memelihara keyakinannya yang irrasional.
Terdapat 3 alasan, pertama mungkin karena ia senang dengan situasi dan kondisi
dimana ia terus memelihara keyakinan irasional. Kedua, mungkin ia menghindari
keyakinan irrasionalnya sehingga melakukan perbuatan yang berlawanan. Ketiga,
bisa jadi pikiran irrasional tersebut tampak pada perbuatan yang merupakan
kompensasi. Langkah keempat adalah mendorong klien terlibat dalam mengerjakan
tugas di rumah. Tugas yang diberikan tentunya harus menantang tetapi tidak
berlebihan, sesuaikan dnegan kemampuan klien. Tugas yang telah dikerjakan klien
tentunya perlu untuk direview dalam sesi konseling. Langkah yang kelima adalah
berdamai dengan hambatan dalam perubahan. Mungkin saja klien tidak mengerjakan
tugas rumahnya sehingga perubahan tidak optimal. Untuk itu, maka terapis perlu
berdamai dengan hambatan-hambatan yang ada dan mencari jalan keluar dari
hambatan tersebut. Langkah yang keenam adalah mendorong klien untuk menjaga dan
meningkatkan capaian terapetiknya. Langkah yang ketujuh adalah membuat generalisasi
perubahan-perubahan psikoterapetik. Setelah klien mampu membuat generalisasi
maka langkah yang kedelapan adalah menjadikan klien sehat secara psikologi.
Artinya klien didorong untuk menggunakan capaian-capaian dalam terapi pada
keadaan/situasi lain dalam hidup klien. Langkah kesembilan adalah menjadikan
klien lebih dapat mengaktualisasikan diri. Dan langkah yang kesepuluh (terakhir
pada tahap tengah) adalah mendorong klien untuk menjadi konselor untuk dirinya
sendiri.
Ø Tahap
Akhir
Tahap akhir dalam proses terapi adalah tahap dimana konselor akan
mengakhiri sesi konseling. Tahap ini memiliki dua langkah. Pertama adalah
memberikan gambaran kepada klien mengenai bagaimana mencegah agar klien tidak
mengulangi
kesalahannya. Dan kedua mengakhiri sesi konseling. Terdapat 5 keadaan
prasyarat dimana konselor dapat mengakhiri sesi terapi, meliputi; 1. Sudah
menginternalisasikan teknik REBT dan tampak adanya perubahan, 2. Kesuksesan
pengentasan masalah dengan REBT berdampak pada area lain dalam hidup klien, 3.
Klien berhasil mengidentifikasi, menantang, dan mengubah keyakinannya yang
irrasional, 4. Membangun kompetesi dan kepercayaan diri menjadi seorang terapis
bagi dirinya sendiri, dan 5. Setuju untuk mengakhiri sesi terapi.
·
Teknik
o
TEKNIK
KOGNITIF
Ø Dispute Kognitif (cognitif
diputation)
Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional
konseli melalui philosophical persuation, didactic presentation, socratic
dialogue, vicarious expenriences, dan berbagai ekspersi verbal lainya. Eknik
untuk menggunakan cognitive disputation adalah dengan bertanya (questioning).
·
Pertanyaan-pertanyaan untuk melakukan dispute logis:
Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak? Mmengapa harus begitu?
Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu? Mengapa itu perkataan yang tidak
benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kkenapa... mengapa
harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Apakah kamu bisa melihat ketidak
konsistenan keyakinan kamu? Mengapa kamu harus begitu? Sekarang kita lihat
kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak
melakukan itu?
·
Pertanyaan untuk reality testing:
Apa buktinya, apa yang terjaddi kalau... mari kita bicara tekkenyataanya.
Aapa yang dapat diartikan dari cerita kamu tadi? Bagaimana kejadian itu bisa
menjadi sangat menakutkan/menyakitkan.
·
Pertanyaan untuk pragmatic disputation
Selama kamu meyakini hal tersebut, akan bagaimana perasaan kamu?
Apakah ini berharga untuk dipertahankan? Apa yang akan terjadi bila kamu
berpikir demikian? (Walen et. al., 1992, pp. 156-164).
Ø Analisis Rasional (ratinal analysis)
Teknik untuk mengajarkan kkonseli
bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional (Froggatt, 2005, p. 6).
Ø Dispute standar ganda
(double-standart dispute)
Mengajarkan konseli melihat dirinya
memeiliki standar ganda tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar
(Froggatt, 2005, p. 6).
Ø Skala katastropi (catastrophe scale)
Membuat proporsi tentang
peristiwa-peristiwa yang menyakitinya. Misalnya: dari 100% buatlah prosentase
peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi prosentasenya
sampai yang paling rendah (Froggatt, 2005, p. 6).
Ø Devil’s advocate atau rational role reversal
Yaitu meminta konseli untuk
memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan
peran menjadi konseli yang rasional, konseli melawan keyakinan rasional
yang diverbalisasikan (Froggatt, 2005, p. 7; Walen et. al., 1992, p. 170).
Ø Membuat frame ulang (refeaming)
Mengavaluasi kembali hal-hal yang
mengcewakan dan tidak menyenangkan dengan mengubah Frame berpikir
konseli (Froggatt, 2005, p. 7).
o
TEKNIK
IMAGERI
Ø
Dispute
imajinasi ( imaginal disputation)
Strategi imaginal disputation meliibatkan penggunaan imageri.
Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk
membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat
apakan emosinya telah berubah. Bila ya, maka konselor meminta konseli untuk
mengatakan pada dirinya sebagai individu yang berpikir lebih rasional dan
mengulang kembali proses di atas. Bila belum maka keyakinan irasionalnya
masih ada (Walen et. al., 1992, P. 165).
Ø
Kartu
kontrol emosional ( the emotional control card – ECC)
Adalah alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas parakti Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT). ECC biasa digunakan untuk memperkuat proses
belajar, secara lebih khusus perasaan marah (anger) kritik diri (self-criticism),
kecemasan(anxiety), dan depresi (depression). ECC berisi dua
katagori perasaan paralel, yaitu (1) perasaan yang tidak seharusnya atau yang
merusak diri sendiri dan (2) perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri
(Gladding, 1992, p. 120).
Ø
Proyeksi
Waktu (time projection)
Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan
ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian,
sebulan kemudian, ennam bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya.
Bagaimana konseli merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Konsli dapat
melihat bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian (Froggatt, 2005,
p).
Ø
Teknik
melebih-lebihkan (the blow-up technique)
Adalah variasi dari teknik “worst
case imagery”. Meminta konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau
kejadian yang menakutkan, kemudian berlebih-lebihannyasampai pada taraf yang
paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya
(Froggatt, 2005, p. 7).
o
TEKNIK
BEHAVIORAL
Ø Dispute tingkah laku (behavioral
disputation)
Behavior
dispute atau risk taking, yaitu memberikan kesempatan kepada konseli
untuk mengalami kejadian yang mengalami kejadian yang menyebabkan berpikir
irasional dan melawan keyakinan tersebut. Contoh, bila konseli memiliki
keyakinan bahwa ia harus sesempurna mengerjakan tugas, maka konseli diminta
untuk mengerjakan tugas seadanya (Walen et. al., 1992, p. 169).
Ø Bermain peran (role playing)
Dengan bantuan konselor konseli
melakukan role player tngkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang
rasional.
Ø Peran rasional tebalik (rational
role reversal)
Yaitu meminta konseli untuk
memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan
peran menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan irasional
konselor dengan keyakinan irasional yang diverbalisasikan. (Walen et. al.,
1992, pp. 169-170).
Ø Pengalaman langsung (exposure)
Konseli secara sengaja memasuki
situasi yang menakutkan. Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan
keterampilan mmengatassi masalah (coping skill) yang telah dipelajari
sebelumnya (Froggatt, 2005, p. 7).
Ø Menyerang rasa malu (shame
attacking)
Melakukan konfrontasi terrhadap
ketakutan untuk malu dengan secara sengaja bertingkah laku yang memalukan dan
menguundang ketidaksetujuanlingkungan sekitar. Dalam hal ini konseli diajarkan
menggelola dan mengantisipasi perasaaan malunya (Froggatt, 2005, p. 7).
Ø Pekerjaan rumah (homework
assignment)
Selain melakukan disputation secara
verbal, Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) juga mengunakan homework
assignments (pekerjaan rumah) yang dapat digunakan sebagai self-help work.
Terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakaukan dalam homework assignments
yaitu: membaca, mendegarkan, menulis, mengimajinasikan, berpikir, relaksasi dan
distraction, serta aktivitas (Walen et, al., 1992, p. 255).
2.9
Kelebihan dan Kelemahan
HASIL PENELITIAN
1.
Aaron
Beck – Cognitive Therapy
Cognitive
Therapy, didasarkan pada alasan teoritis bahwa cara orang merasakan dan
berperilaku ditentukan oleh bagaimana mereka memahami dan struktur pengalaman
mereka
2.
Donald
Maichenbaum – Cognitive Behavior Modification
Cognitive
Behavior Modification, pernyataan terhadap diri dalam banyak hal juga
mempengaruhi diri seperti halnya pernyataan dari orang lain. Merubah pola
sifat untuk mengevaluasi perilaku
KELEBIHAN
· Pendekatan ini jelas, mudah
dipelajari dan efektif. Kebanyakan klian hanya mengalamisedikit kesulitan dalam mengalami
prinsip ataupun terminologi REBT.
· Pendekatan ini ddapat dengan
mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian
mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
· Pendekatan ini relatif singkat dan
klian dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.
· Pendekatan ini telah menghasilkan
banyak literatur dan penelitian untuk klian dan konselor. Hanya sedikit teori
lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
· Pendekatan ini terus-menerus
berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
· Pendekatan ini telah dibuktikan
efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan
anseitas
KELEMAHAN
· Pendekatan ini tidak dapat digunakan
secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau keterbatasan mental,
seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.
· Pendekatan ini terlalu diasosiasikan
dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam
memisahkan teori dari ke-eksentrikan Ellis.
· Pendekatan ini langsung dan
berpotensi membuatkonselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat
klien seideal yang semestinya.
· Pendekatan yang menekankan pada
perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu klien
mengubah emosinya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
TRE adalah
suatu bentuk terapi behavioral yang berorientasi pada kognitif. TRE telah
berkembang menjadi pendekatan yang komprehensif dan elektik yang memberi
tekanan pada berpikir, memberi penilaian, memutuskan, dan berbuat. Pendekatan
ini tetap mempertahankan kualitas yang sangat dedaktif dari Ellis, dan pada
dimensi kognitif serta perasaan TRE menaruh tingkat kepedualian yang sama.
Dimulai dari tingkat emosi dan perilaku klien yang terganggu dengan pendekatan
ini mengungkapkan dan mempertanyakan pikiran yang menciptakan semuanya itu secara
langsung.
Meskipun TRE berasumsi bahwa kita
ada behavioral yang berorientasi untuk berpikir lurus, kecenderungan untuk
berpikir tidak lurus, dan faktor lingkungan membuat sulit mereka untuk
menghindar dari kepercayaan ketrhadap keyakinan irasional yang menjadi akar
dari masalh dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku. Agar dapat memblokir
pikiran yang sifatnya mengalahkan diri sendiri, tereapi.
TRE menggunakan teknik aktif dan direktif
seperti mengajar, menyarankan, menghimbau, dan memberi pekerjaan rumah, dan
klien ditantang untuk menggantikan sistem keyakinan yang irasional dengan yang
rasional. Mereka kerjakan ini semua dengan jalanterus menerus, mendorong klien
untuk menjadikan ide dan pengamatan mereka sahih dan dengan menunjukkan kepada
mereka bagaimana cara melakukan tipe keyakinan irasional itu akan menimbulkan
akibat terjadinya perilaku serta emosi yang negatif. Kepada klien diajarkan
cara untuk berfikir secara ilmiah dan cara menghapuskan ide serta perilaku
mengalahkan diri-sendiri yang mungkin akan terjadi dimasa datang. merupakan hal
yang krusial bagi terapis untuk mendemonstrasikan penerimaan sepenuhnya serta
toleransinya. Mereka lakukan semua itu dengan jalan menolak untuk menilai
sesorang dan dalam waktu yang bersamaan berkonfrontasi dengan perilakunya yang
merusak dirinya sendiri. Yang juga amat penting adalah terapis harus memiliki
keterampilan dan kemauan unutk menantang, berkonfrontasi, meneliti secara
cermat, dan meyakinkan klien untuk mau melakukan aktifitas (baik pada saat
maupun setelah terapis) yang akan membawa pada perubahan yang konstruktif dalam
pemikiran serta perilaku. TRE memberikan tekanan pada perbuatan melakukan
sesuatu tentang pemahaman yang diperoleh pada saat terapi. Perubahan bisa
terjadi terutama dari komitmen dalam mempraktekkan secara konsisten perilaku
baru dan menggantikan perilaku yang lama yang tidak efektif.
Terapis rasional emotif biasanya
elektik dalam penyaringan setrategi terapeutiknya. Yang digaris bawahi adalah
teknik kognitif dan behavioral yang digerakkan untuk mencabut sampai
keakar-akarnya kenyakinan irasional yang membawa keperasaan serta perilaku yang
mengalahkan diri sendiri dan untuk mengajarkan klien cara menggantikan proses
negatif ini dengan sarana falsafah hidup yang rasional. Terapis memiliki
kesempatan yang luas untuk mengembangkan gaya pribadinya sendiri dan melakukan
kreativitas mereka tiadak terbelengggu dengan teknik yang sudah di tetapkan
sebelumnya untuk membawa dirinya kekerja terapiotik melalui cara yang inventif.
3.2
Saran
Pandangan yang penting dari teori
rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang
berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi
kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran
dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut
Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2)
orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu
bagaimana berpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi, (3)
orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk
menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Penulis
memberi saran agar proses dalam pendekatan Terapi Rasional Emotif Behavior
perlu ditingkatkan terutama dalam menerapkan metode dan teknik-teknik dalam
terapi agar dapat memperoleh hasil yang lebih baik dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and
Psychotherapy, 9th. Belmont, California : Brooks/Cole.
Gladding, Samuel T. 2009. Konseling: Profesi yang
Menyeluruh (edisi enam). Terjemahan P.M.
Winarno & Lilian Yuwono. 2012. Jakarta: PT. Indeks.
Komalasari, Gantina.dkk. Teori dan Teknik Konseling.
2011. Jakarta : Indeks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar